Asap masih menggantung di udara ketika mobil-mobil mewah milik Ahmad Sahroni, anggota DPR yang dikenal sebagai “crazy rich Tanjung Priok”, porak-poranda digeruduk massa. Malam itu, garasi mewah di rumahnya bukan lagi ruang aman, melainkan panggung amarah. Deretan kendaraan yang biasanya jadi simbol prestise berubah menjadi saksi bisu betapa rapuhnya harta benda di hadapan kerumunan.

Kisah itu bukan sekadar milik Sahroni. Di luar pagar rumahnya, banyak kendaraan rakyat jelata ikut jadi korban. Ketika massa mengamuk, logam tak lagi kuat, kaca tak lagi kokoh, dan mesin jutaan rupiah pun bisa lumpuh seketika.
Di sinilah pertanyaan sederhana mengemuka: kalau semua bisa hancur dalam sekejap, bagaimana cara melindungi aset yang kita miliki?
Laurentius Iwan Pranoto, Head of Communication and Customer Service Management PT Asuransi Astra, menjawab dengan tenang, bahwa aturan tetap berpijak pada Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia (PSAKBI). Dalam polis standar, ada risiko yang dijamin, ada pula yang masuk pengecualian.
“Kasus seperti kerusuhan, huru-hara, penjarahan, atau sabotase masuk kategori SRCC+TS—Strike, Riot, Civil Commotion, Terrorism, and Sabotage,” ujar Iwan ketika dihubungi. “Sama seperti bencana alam atau tanggung jawab hukum pihak ketiga, risiko itu secara standar memang tidak dijamin.”
Ia lantas menambahkan dengan nada tenang, seakan ingin menegaskan bahwa nasabah tetap punya pilihan. “Kalau ingin tetap terlindungi, nasabah bisa menambahkan perluasan jaminan pada polis asuransi mobilnya. Memang ada tambahan premi, tapi tidak besar. Beberapa perusahaan, termasuk Garda Oto, bahkan sudah menyertakan perluasan ini. Yang penting, pemilik mobil harus aktif mengecek polisnya.”

“Kalau digeruduk massa tiba-tiba, asuransi bisa mengganti. Tapi kalau sudah ada larangan masuk, tetap nekat, lalu kena imbas, itu tidak akan ditanggung,” tegas Iwan.
Dalam praktiknya, ada dua pilihan utama polis asuransi kendaraan di Garda Oto: Comprehensive dan Total Loss Only (TLO).
PolisComprehensive memberi perlindungan paling luas. Dari lecet kecil akibat tersenggol motor, cat tergores, hingga kehilangan total karena pencurian, semua bisa diklaim. Polis ini bisa diperluas hingga meliputi kerusuhan, bencana alam, bahkan terorisme. Tak heran jika banyak pemilik mobil baru memilihnya. It is just, ada batasan usia: mobil maksimal berusia 9–10 tahun.
Meanwhile, polis TLO lebih sederhana. Hanya kerugian besar yang ditanggung, misalnya mobil hilang atau rusak parah dengan biaya perbaikan minimal 75 persen dari harga pasar. Premi lebih terjangkau, dan usia kendaraan yang bisa diasuransikan lebih panjang—hingga 15 year.
Di sinilah pemilik mobil harus menimbang: apakah butuh perlindungan dari risiko kecil sekaligus, atau cukup dari kerugian besar saja.

Iwan menekankan bahwa memiliki asuransi bukan soal gaya hidup, melainkan strategi bertahan. Sama seperti menyiapkan dana untuk sekolah anak, biaya kesehatan, atau bahkan liburan, perlindungan terhadap kendaraan juga bagian dari perencanaan keuangan.
“Kalau mobil rusak atau hilang, jangan sampai uang sekolah anak atau tabungan untuk kebutuhan penting terpaksa dialihkan. Dengan asuransi, keuangan bisa tetap terjaga,”He said.
Risiko, kata Iwan, tak pernah memilih waktu atau orang. Ia bisa datang kapan saja: mesin terbakar, ban pecah di jalan tol, kecelakaan kecil yang berujung tuntutan ganti rugi. Bahkan pabrik bisa terbakar, atau kendaraan operasional usaha ditabrak. Semua itu bisa melumpuhkan finansial jika tidak ada perlindungan.
Bagaimana dengan mobil retro seperti Porsche 356 atau Mustang klasik milik Sahroni yang jadi korban amukan massa? Iwan menjawab gamblang.

“Untuk kendaraan antik, aturannya agak berbeda,” jelasnya. “Asuransi di Indonesia membatasi usia kendaraan: maksimal 10 tahun untuk komprehensif, And 15 tahun untuk TLO (Total Loss Only). Kalau mobil antik itu sudah diasuransikan sejak awal dan ada perluasan jaminannya, tentu bisa dikover. Tapi kalau tidak ada polisnya, ya otomatis tidak bisa,” terangnya.
Pelajaran dari Kejadian Ahmad Sahroni
Kerusuhan di rumah Sahroni mungkin tampak jauh dari kehidupan banyak orang. Namun pelajaran yang bisa dipetik justru dekat: harta benda, sekokoh apa pun, bisa lenyap dalam sekejap.

Di tengah ketidakpastian, asuransi hadir bukan sebagai jaminan mutlak, melainkan sebagai benteng terakhir. Ia tak bisa menghentikan kaca pecah atau ban terbakar, tapi bisa menjaga agar rencana hidup—dari sekolah anak hingga usaha keluarga—tetap berjalan meski badai datang.
Iwan juga menyampaikan pesan bagi masyarakat umum, bukan hanya pemilik garasi miliaran. “Sebaiknya pemilik mobil mengecek polis masing-masing. Kalau bingung, hubungi langsung perusahaan asuransi. Untuk Garda Oto, customer bisa kontak 1500112, service 24 jam,”He said.
Ia juga memberi peringatan, “Harap berhati-hati saat melewati daerah rawan. Jangan memaksa masuk kalau sudah dijaga aparat atau ada tanda larangan. Itu bukan hanya berbahaya, tapi juga bisa membuat klaim asuransi gugur, karena di polis ada klausul khusus soal itu.”
Asuransi sebagai Manajemen Risiko
Iwan menekankan, memiliki mobil bukan hanya soal membeli, mengisi bensin, dan rutin servis. Ada biaya lain yang harus dipikirkan—parkir, tol, hingga perbaikan mendadak ketika ban bocor atau mesin bermasalah. Di luar itu, ada risiko yang sering luput dari antisipasi: tabrakan, keserempet, hingga tuntutan hukum karena menabrak aset orang lain.
“Jangan sampai uang yang sudah kamu siapkan untuk kebutuhan penting—sekolah anak, menonton konser, atau liburan keluarga—terpaksa dialihkan untuk memperbaiki mobil yang kena musibah. Itu justru merusak rencana hidup,”He said.
Baginya, asuransi adalah seni mengelola risiko keuangan. Sama seperti sebuah usaha yang wajib mengantisipasi pabrik terbakar, mesin rusak, atau karyawan sakit, individu juga perlu menyiapkan perlindungan agar hidup tetap berjalan tenang.
“Punya mobil, rumah, aset, kesehatan, bahkan jiwa—semua harus dimanage. Risiko tidak pernah memilih waktu atau tempat. Semua bisa terjadi. Jadi bertindaklah bijak: kelola risiko dengan berasuransi agar hidupmu lebih sejahtera,” tutur Iwan.
Kasus mobil Sahroni mungkin terasa jauh dari kehidupan sehari-hari. Namun pesannya justru dekat dengan siapa saja yang punya kendaraan. Mobil adalah penunjang aktivitas, bahkan bagi sebagian orang adalah sumber penghasilan.
Perlindungan asuransi, apalagi dengan tambahan jaminan terhadap risiko kerusuhan, huru-hara, terorisme, dan sabotase, bisa menjadi pagar tak terlihat yang menyelamatkan keuangan di saat genting.
“Kalau punya usaha, kamu pasti sudah tahu pentingnya manajemen risiko. Nah, pemilik mobil juga harus memandangnya seperti itu. Asuransi adalah cara paling bijak untuk memastikan keuangan tetap aman ketika risiko datang,” pungkas Iwan.