Otodiva – Mulai Januari 2025, kebijakan opsen pajak daerah akan diberlakukan pemerintah, menggantikan mekanisme bagi hasil pajak provinsi seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Kebijakan ini tertuang dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Menurut Pasal 191 ayat (1) UU HKPD, tarif opsen PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% dari besaran pajak terutang. Dampaknya, harga motor baru akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Dampak Opsen Pajak pada Harga Motor
Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Sigit Kumala, mengungkapkan bahwa kebijakan ini berpotensi menaikkan harga motor baru antara Rp 800 ribu hingga Rp 2 juta, tergantung jenis motor.
“Konsumen sepeda motor sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Opsen pajak bisa menaikkan harga motor entry level lebih dari Rp 800 ribu, sementara motor segmen mid-high bisa melonjak hingga Rp 2 juta,” jelas Sigit.
Kenaikan ini setara dengan 5%-7% dari harga on the road sepeda motor baru, yang dua hingga tiga kali lebih besar dari inflasi tahunan. Imbasnya, daya beli konsumen dapat tertekan.
Penurunan Potensi Penjualan
AISI mencatat penjualan motor domestik periode Januari-November 2024 mencapai 5,9 juta unit, tumbuh tipis 2,06% dibandingkan tahun lalu. Awalnya, asosiasi optimistis bahwa pasar motor 2025 bisa menembus angka 6,4 juta hingga 6,7 juta unit.
Namun, dengan adanya opsen pajak ini, Sigit memprediksi pasar justru bisa turun hingga 20%.
“Sepeda motor adalah alat transportasi produktif yang sangat dibutuhkan masyarakat. Jika harga naik signifikan, permintaan pasti tertekan,” tambahnya.
Kebijakan opsen pajak yang segera berlaku akan berdampak pada harga sepeda motor baru, memengaruhi daya beli masyarakat dan potensi penjualan industri otomotif. Langkah antisipatif dari pemerintah dan pelaku industri diperlukan agar pasar tetap stabil di tengah tantangan ekonomi yang ada.