Jakarta, OtoDiva – Perkembangan terbaru dari ruang sidang di Amerika Serikat memunculkan tantangan baru bagi Tesla dalam mempertahankan sistem bantuan pengemudi Autopilot. Sebuah juri di Florida memutuskan bahwa perusahaan turut bertanggung jawab atas kecelakaan fatal pada 2019, sebuah langkah yang untuk pertama kalinya menembus argumen utama Tesla bahwa tanggung jawab penuh ada pada pengguna.
Dalam kasus Benavides v. Tesla, juri menetapkan 33 persen kesalahan berada pada pihak Tesla, dengan total ganti rugi sebesar 243 juta dolar AS (sekitar Rp3,9 triliun) yang diberikan kepada keluarga korban dan satu orang yang selamat. Putusan ini diperkirakan akan diajukan banding oleh Tesla, namun keputusan tersebut dinilai dapat membuka pintu bagi puluhan gugatan serupa terkait sistem Level 2 driver-assist milik perusahaan.
Momentum ini hadir ketika mereka juga menghadapi tekanan lain di pasar, mulai dari penurunan loyalitas merek yang tajam setelah dukungan publik Elon Musk terhadap Donald Trump, hingga penurunan pendaftaran kendaraan di sejumlah negara Eropa seperti Prancis, Denmark, dan Swedia. Kondisi tersebut menempatkan reputasi dan performa bisnis Tesla dalam sorotan yang semakin tajam.
Baca Juga: Mitsubishi Catat 4.110 SPK di GIIAS 2025, Destinator Jadi Bintang Utama
Detail Putusan dan Dampaknya

Selama bertahun-tahun, mereka ingin mempertahankan argumen bahwa pengemudi harus tetap waspada setiap saat ketika menggunakan Autopilot, dan perusahaan tidak bertanggung jawab jika sistem Advanced Driver-Assistance Systems (ADAS) digunakan secara tidak semestinya. Namun, di pengadilan Miami, pihak penggugat menilai pemasaran dan penerapan teknologi ini justru mendorong penyalahgunaan, serta tidak bekerja sesuai klaim yang dipromosikan.
Melansir dari Autoblog, Transkrip persidangan menunjukkan bagaimana tim penggugat berupaya keras mendapatkan data Autopilot yang krusial. Dengan selesainya kasus ini, bukti tersebut rencananya akan dipublikasikan—meskipun sebagian akan disunting. Publikasi ini berpotensi memengaruhi jalannya puluhan gugatan lain terhadap Tesla di seluruh AS.
Meski putusan ini tidak langsung menyelesaikan semua persoalan hukum terkait Autopilot, para pengamat menilai langkah ini menjadi preseden yang menggerus fondasi pembelaan. Di sisi lain, para pesaing juga melihat peluang. BMW, misalnya, sedang menyiapkan i3 generasi terbaru yang diposisikan langsung untuk menyaingi model-volume Tesla, dengan fokus pada teknologi berkendara semi-otonom yang lebih aman dan transparan.
Kasus Lanjutan dan Implikasi Bisnis

Brett Schreiber, pengacara yang memenangi kasus Florida, mengonfirmasi bahwa ia akan membawa perkara serupa—Maldonado v. Tesla—ke pengadilan di California pada akhir tahun ini. Kecelakaan pada 2019 tersebut terjadi di jalan tol, di mana Autopilot seharusnya berfungsi optimal. Menurut Schreiber, Tesla yang dikendarai kala itu gagal berhenti di belakang sebuah truk pikap, menewaskan Jovani Maldonado, remaja 15 tahun yang duduk sebagai penumpang.
Schreiber mengklaim bahwa ia memiliki kesaksian mantan pimpinan Autopilot seperti Sterling Anderson, CJ Moore, dan Andrej Karpathy, yang dinilainya bertentangan dengan pernyataan publik Elon Musk soal kemampuan sistem di masa itu. Jika transkrip ini masuk ke catatan pengadilan, dampaknya bisa meluas ke kasus-kasus lain di berbagai negara bagian.
Sementara itu, banyak kasus kecelakaan yang melibatkan Autopilot dan Full Self-Driving (FSD) dari periode 2018–2019 baru memasuki tahap persidangan atau penyelesaian. Selama kurun tersebut hingga kini, jumlah kendaraan Tesla yang beroperasi dengan ADAS meningkat pesat, sehingga risiko hukum juga bertambah. Di tengah tekanan hukum ini, data menunjukkan penurunan registrasi di Eropa selama tujuh bulan berturut-turut dan penurunan loyalitas pemilik di AS sebelum sedikit pulih. Kondisi ini memperbesar taruhan terhadap narasi keselamatan dan performa sistem Tesla di mata publik.
Para analis menilai bahwa dampak dari rangkaian kasus ini tidak hanya soal ganti rugi miliaran dolar, tetapi juga citra merek Tesla di pasar global. Dengan pesaing seperti BMW, Mercedes-Benz, dan produsen asal Tiongkok yang terus memperbarui platform EV mereka, Tesla dihadapkan pada tantangan untuk membuktikan bahwa teknologinya tidak hanya inovatif, tetapi juga aman dan dapat diandalkan.