Jakarta, OtoDiva – Tesla, produsen mobil listrik milik Elon Musk, baru saja memperluas layanan Robotaxi ke San Francisco Bay Area setelah pertama kali hadir di Austin, Texas. Kehadiran Tesla di wilayah yang juga menjadi markas Waymo, salah satu pionir kendaraan otonom milik Google, langsung menimbulkan perbandingan. Apalagi, publik masih mempertanyakan sejauh mana layanan Tesla ini bisa benar-benar dikategorikan sebagai taksi otonom.
Komentar keras pun datang dari John Krafcik, mantan CEO Waymo. Menurutnya, klaim Tesla masih jauh dari konsep robotaxi yang sesungguhnya, terutama karena keberadaan pengemudi cadangan di dalam mobil. Pandangan ini menyoroti perbedaan pendekatan antara dua perusahaan besar di industri yang sama, dan menegaskan bahwa teknologi kendaraan otonom masih menghadapi jalan panjang sebelum benar-benar matang.
Baca Juga: Penjualan BYD dan Denza Tembus 22.600 Unit, Optimisme di Tengah Pasar Otomotif Lesu
Kritik John Krafcik terhadap Tesla
Krafcik, yang memimpin Waymo dari 2015 hingga 2021 setelah sebelumnya berkarier di Hyundai, menilai Robotaxi Tesla belum memenuhi standar kendaraan otonom. Dalam komentarnya kepada Business Insider, ia menyebut layanan Tesla “hanya meniru pengalaman Uber di Bay Area,” bukan menghadirkan inovasi baru.
Menurut Krafcik, keberadaan pengemudi cadangan atau safety driver jelas menunjukkan bahwa mobil tersebut belum sepenuhnya otonom. Di Austin, Tesla menempatkan penumpang di kursi depan sebagai pengawas, sementara di San Francisco ada pengemudi yang siap mengambil alih kendali jika diperlukan. “Tolong kabari saya ketika Tesla benar-benar meluncurkan robotaxi. Saya masih menunggu,” ujarnya dengan nada skeptis.
Ia juga menambahkan bahwa sulit menyebut layanan tersebut sebagai robotaxi bila masih ada karyawan Tesla yang duduk di balik kemudi. Krafcik sendiri mengaku tidak tertarik untuk mencoba layanan ini, meski Musk menjanjikan akses terbuka bagi publik mulai bulan depan.
Tantangan dan Optimisme Tesla
Dari sisi Tesla, langkah menghadirkan Robotaxi tetap bisa dianggap sebagai progres penting. Meski belum sepenuhnya otonom, layanan ini memberi gambaran awal tentang bagaimana perusahaan ingin membangun ekosistem transportasi masa depan. Elon Musk berulang kali menegaskan bahwa Robotaxi akan menjadi tulang punggung bisnis mobilitas Tesla, bahkan lebih penting daripada penjualan mobil listrik biasa.
Namun, Tesla menghadapi tantangan besar dari sisi regulasi dan teknologi. Berbeda dengan Austin yang punya aturan lebih longgar, California mensyaratkan izin khusus untuk mengoperasikan kendaraan tanpa pengemudi. Hingga kini Tesla belum mengajukan izin tersebut, sehingga wajar jika kehadiran pengemudi cadangan dianggap sebagai bentuk kompromi. Di sisi lain, Waymo dan Cruise (milik GM) sudah lebih dulu mengantongi izin untuk mengoperasikan mobil tanpa pengemudi di San Francisco.
Meski mendapat kritik, Tesla masih punya basis pendukung kuat. Para penggemarnya melihat langkah ini sebagai tahapan penting menuju visi jangka panjang. Jika sistem bisa terus disempurnakan, kehadiran Robotaxi berpotensi menekan biaya transportasi sekaligus mempercepat adopsi teknologi mobil otonom di masyarakat luas.
Kesimpulannya, perdebatan seputar Robotaxi Tesla memperlihatkan dua sisi berbeda dari perkembangan teknologi mobil otonom. Di satu sisi, ada pihak yang skeptis seperti John Krafcik yang menilai layanan ini belum pantas disebut sebagai robotaxi sejati. Di sisi lain, Tesla tetap optimis melihat langkah awal ini sebagai fondasi menuju transformasi transportasi di masa depan.
Apakah Tesla bisa membuktikan diri melampaui kritik dan menghadirkan layanan otonom penuh? Jawabannya mungkin masih butuh waktu. Namun, kehadiran Robotaxi di San Francisco jelas menandai babak baru dalam persaingan teknologi kendaraan otonom antara Tesla, Waymo, dan pemain besar lainnya.