Jakarta, OtoDiva – Penggunaan bensin yang tidak sesuai spesifikasi menjadi masalah serius di dunia otomotif, terlebih jika menyangkut kelalaian dalam proses distribusi dan pengisian. Kejadian seperti ini tidak hanya berdampak pada performa kendaraan, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian finansial bagi pemilik kendaraan. Di Indonesia, kualitas dan kesesuaian bahan bakar sering kali menjadi sorotan, terutama ketika terjadi insiden yang merugikan konsumen.
Kasus bensin tercampur solar di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) baru-baru ini kembali menegaskan pentingnya pengawasan distribusi energi. Puluhan sepeda motor dilaporkan mengalami kerusakan setelah pengisian bahan bakar, memicu diskusi publik soal standar operasional dan tanggung jawab pengelola SPBU. Situasi ini menunjukkan bahwa kelalaian teknis di satu titik rantai pasok dapat berdampak luas pada pengguna di lapangan.
Fenomena ini juga menjadi peringatan bahwa edukasi konsumen dan transparansi informasi dari penyedia layanan energi sangat krusial. Meski tanggung jawab utama berada di pihak penyedia bahan bakar atau bensin, pemilik kendaraan juga perlu memahami risiko dan gejala kerusakan akibat bahan bakar yang tidak sesuai. Pemahaman ini bisa membantu mencegah kerusakan lebih parah dan mempercepat penanganan jika insiden terjadi.
Baca Juga: 5 Tips Memilih Mobil Bekas yang Tepat untuk Kebutuhan Anda
Penjelasan Teknis dan Dampak Kerusakan

Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menegaskan bahwa mencampur bensin dengan solar dapat memicu kerusakan teknis yang serius. Solar diperuntukkan bagi mesin diesel dengan rasio kompresi tinggi, sedangkan mesin bensin bergantung pada percikan api dari busi. Perbedaan mendasar ini membuat campuran kedua bahan bakar tersebut berpotensi merusak sistem pembakaran.
Menurut Yannes, penggunaan campuran ini bisa menyebabkan misfire, penumpukan karbon (carbon deposit), penyumbatan pada injektor bahan bakar, hingga kontaminasi sistem pelumasan. Dalam jangka panjang, kerusakan bisa meluas hingga ke bending piston, kerusakan ring piston, dan scoring pada silinder liner. Semua itu memerlukan perbaikan mahal dan berisiko membuat kendaraan tidak layak pakai dalam waktu singkat.
Gejala awal yang sering muncul meliputi suara ketukan pada mesin (engine knocking), performa yang melemah, hingga mesin mati mendadak (engine stall) setelah pengisian bahan bakar. Jika hal ini terjadi, Yannes menyarankan agar mesin segera dimatikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Langkah penanganan darurat meliputi pengurasan tangki bahan bakar (drainage), pembersihan jalur bahan bakar, penggantian filter, pembersihan injektor, dan pemeriksaan sistem pengapian.
Tanggung Jawab dan Pencegahan

Kasus seperti ini memunculkan pertanyaan mengenai tanggung jawab pihak SPBU. Dari sisi konsumen, kerugian jelas terlihat dalam bentuk biaya perbaikan dan waktu yang terbuang. Namun, dari sisi penyedia, insiden ini dapat merusak reputasi dan kepercayaan publik. Pengawasan ketat terhadap prosedur penyimpanan dan distribusi bahan bakar menjadi langkah mutlak yang harus dilakukan untuk mencegah terulangnya insiden serupa.
Yannes menekankan bahwa pencegahan selalu lebih baik daripada perbaikan. Selain memastikan prosedur di SPBU berjalan sesuai standar, konsumen juga bisa mengambil langkah antisipatif. Misalnya, memperhatikan performa mesin setelah pengisian dan segera melapor jika terjadi kejanggalan. Beberapa pemilik kendaraan bahkan memilih SPBU tertentu yang dianggap lebih terpercaya berdasarkan pengalaman dan rekam jejak pelayanan.
Dalam konteks yang lebih luas, insiden bensin tercampur solar juga menjadi momentum bagi pemerintah dan badan pengawas energi untuk memperketat regulasi. Sertifikasi teknisi, audit berkala, dan transparansi informasi kepada konsumen bisa menjadi bagian dari solusi jangka panjang. Dengan begitu, keamanan dan keandalan pasokan bahan bakar dapat terjaga, sekaligus meminimalkan risiko kerugian bagi masyarakat.